BAB I
Provinsi DKI Jakarta
Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta, Jakarta Raya) adalah ibu kota negara Indonesia.
Jakarta merupakan satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki status setingkat
provinsi. Jakarta terletak di bagian barat laut Pulau Jawa. Dahulu pernah dikenal dengan nama Sunda Kelapa (sebelum 1527), Jayakarta (1527-1619), Batavia/Batauia, atau Jaccatra (1619-1942), dan Djakarta
(1942-1972). Di dunia internasional Jakarta juga mempunyai julukan seperti J-Town,[4] atau lebih populer lagi The Big Durian karena dianggap kota
yang sebanding New
York City (Big
Apple) di Indonesia.[5][6]
Jakarta memiliki luas sekitar
661,52 km² (lautan: 6.977,5 km²), dengan penduduk berjumlah
10.187.595 jiwa (2011).[1] Wilayah metropolitan Jakarta (Jabotabek) yang
berpenduduk sekitar 28 juta jiwa,[3] merupakan metropolitan terbesar di Asia Tenggara atau urutan kedua di
dunia.
Sebagai pusat bisnis, politik, dan
kebudayaan, Jakarta merupakan tempat berdirinya kantor-kantor pusat BUMN,
perusahaan swasta, dan perusahaan asing. Kota ini juga menjadi tempat kedudukan
lembaga-lembaga pemerintahan dan kantor sekretariat ASEAN.
Jakarta dilayani oleh dua bandar udara, yakni Bandara Soekarno–Hatta dan Bandara Halim Perdanakusuma, serta
satu pelabuhan laut di Tanjung Priok.
Analisis wilayah Provinsi DKI Jakarta
Kondisi Umum
Geografis
Provinsi
DKI Jakarta terbagi menjadi 5 wilayah Kota administrasi dan satu Kabupaten
administratif, yakni: Kota administrasi Jakarta Pusat dengan luas 47,90 km2,
Jakarta Utara dengan luas 142,20 km2, Jakarta Barat dengan luas 126,15 km2,
Jakarta Selatan dengan luas 145,73 km2, dan Kota administrasi Jakarta Timur
dengan luas 187,73 km2, serta Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu dengan
luas 11,81 km2. Di sebelah utara membentang pantai sepanjang 35 km, yang
menjadi tempat bermuaranya 13 buah sungai dan 2 buah kanal. Di sebelah selatan
dan timur berbatasan dengan Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi dan
Kabupaten Bekasi, sebelah barat dengan Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang,
serta di sebelah utara dengan Laut Jawa
Jakarta berlokasi di sebelah utara Pulau Jawa, di muara Ciliwung, Teluk Jakarta. Jakarta terletak di dataran rendah pada ketinggian rata-rata 8 meter dpl. Hal ini mengakibatkan Jakarta sering dilanda banjir. Sebelah selatan Jakarta merupakan daerah pegunungan dengan curah hujan tinggi. Jakarta dilewati oleh 13 sungai yang semuanya bermuara ke Teluk Jakarta. Sungai yang terpenting ialah Ciliwung, yang membelah kota menjadi dua. Sebelah timur dan selatan Jakarta berbatasan dengan provinsi Jawa Barat dan di sebelah barat berbatasan dengan provinsi Banten.Kepulauan Seribu merupakan kabupaten administratif yang terletak di Teluk Jakarta. Sekitar 105 pulau terletak sejauh 45 km (28 mil) sebelah utara kota.
Jakarta berlokasi di sebelah utara Pulau Jawa, di muara Ciliwung, Teluk Jakarta. Jakarta terletak di dataran rendah pada ketinggian rata-rata 8 meter dpl. Hal ini mengakibatkan Jakarta sering dilanda banjir. Sebelah selatan Jakarta merupakan daerah pegunungan dengan curah hujan tinggi. Jakarta dilewati oleh 13 sungai yang semuanya bermuara ke Teluk Jakarta. Sungai yang terpenting ialah Ciliwung, yang membelah kota menjadi dua. Sebelah timur dan selatan Jakarta berbatasan dengan provinsi Jawa Barat dan di sebelah barat berbatasan dengan provinsi Banten.Kepulauan Seribu merupakan kabupaten administratif yang terletak di Teluk Jakarta. Sekitar 105 pulau terletak sejauh 45 km (28 mil) sebelah utara kota.
Keadaan Kota Jakarta umumnya beriklim panas dengan suhu
udara maksimum berkisar 32,7°C - 34,°C pada siang hari, dan suhu udara minimum
berkisar 23,8°C -25,4°C pada malam hari. Rata-rata curah hujan sepanjang tahun
237,96 mm, selama periode 2002-2006 curah hujan terendah sebesar 122,0 mm
terjadi pada tahun 2002 dan tertinggi sebesar 267,4 mm terjadi pada tahun 2005,
dengan tingkat kelembaban udara mencapai 73,0 - 78,0 persen dan kecepatan angin
rata-rata mencapai 2,2 m/detik - 2,5 m/detik.
Letak Astronomis
Letak
astronomis DKI Jakarta pada posisi antara 106.22’42” dan 106.58’18” Bujur
Timur.Serta antara 5.19’12” dan 6.23’54” Lintang Selatan. Dengan keseluruhan
luas wilayah 7.659,02 km2 meliputi 662,33 km2 daratan termasuk 110 pulau di
kabupaten Kepulauan Seribu dan 6.977,5 km2 lautan.
Kondisi Alam DKI Jakarta
Iklim
Jakarta
memiliki suhu udara yang panas dan kering atau beriklim tropis. Terletak di
bagian barat Indonesia, Jakarta mengalami puncak musim penghujan pada bulan
Januari dan Februari dengan rata-rata curah hujan 350 milimeter dengan suhu
rata-rata 27 °C. Curah hujan antara bulan Januari dan awal Februari sangat
tinggi, pada saat itulah Jakarta dilanda banjir setiap tahunnya, dan puncak
musim kemarau pada bulan Agustus dengan rata-rata curah hujan 60 milimeter .
Bulan September dan awal oktober adalah hari-hari yang sangat panas di Jakata,
suhu udara dapat mencapai 40 °C .[32]. Suhu rata-rata tahunan berkisar antara 25°-38 °C (77°-100 °F).[33]
Bulan
|
Jan
|
Feb
|
Mar
|
Apr
|
Mei
|
Jun
|
Jul
|
Agt
|
Sep
|
Okt
|
Nov
|
Des
|
Tahun
|
Rata-rata tertinggi °C (°F)
|
29.9
|
30.3
|
31.5
|
32.5
|
32.5
|
31.4
|
32.3
|
32.0
|
33.0
|
32.7
|
31.3
|
32.0
|
31.8
|
Rata-rata terendah °C (°F)
|
24.2
|
24.3
|
25.2
|
25.1
|
25.4
|
24.8
|
25.1
|
24.9
|
25.5
|
25.5
|
24.9
|
24.9
|
25.0
|
Presipitasi mm (inci)
|
384.7
|
309.8
|
100.3
|
257.8
|
133.4
|
83.1
|
30.8
|
34.2
|
29.0
|
33.1
|
175.0
|
84.0
|
1655.2
|
Rata-rata hari hujan
|
26
|
20
|
15
|
18
|
13
|
17
|
5
|
24
|
6
|
9
|
22
|
12
|
—
|
Struktur Geologi
Formasi geologi jakarta berumur holosen, dicirikan
dengan batu endapan permukaan. Secara regional, struktur geologi yang
berkembang memperlihatkan adanya 3 arah dominan yaitu arah barat laut –
Tenggara – timur laut – barat daya, dan barat - timur . Batuan yang
terdapa disana :Batuan Sedimen, batuan endapan permukaan, batuan Gunungapi,
batuan Intrusi.
Secara geologis, seluruh dataran terdiri
dari endapan pleistocene yang terdapat pada ±50 m di bawah permukaan
tanah.Bagian selatan terdiri atas lapisan alluvial, sedang dataran
rendah pantai merentang ke bagian pedalaman sekitar 10 km. Di bawahnya terdapat
lapisan endapan yang lebih tua yang tidak tampak pada permukaan tanah karena
tertimbun seluruhnya oleh endapan alluvium. Di wilayah bagian utara baru
terdapat pada kedalaman 10-25 m, makin ke selatan permukaan keras semakin
dangkal 8-15 m. Pada bagian tertentu juga terdapat lapisan permukaan tanah yang
keras dengan kedalaman40m.
a.
Karakteristik Geomorfologi
Dataran Jakarta digolongkan ke dalam dataran aluvial pantai
dan sungai, yang merupakan hasil endapan yang terbawa oleh aliran sungai Ci
Liwung, Ci Sedane, dan kali bekasi.Dataran ini mempunyai bentang alam datar,
sungai bermeander, yang sebelumnya merupakan dataran rawa, baik rawa pantai,
laguna, ataupun rawa belakang akibat limpasan yang melampaui tanggul alam.
Kondisi tersebut mengakibatkan Jakarta rawan terhadap banjir dan penggenangan.
b.
Karakteristik Tanah
Aluvial
Hidromorf, Aluvial Kelabu Tua, Asosiasi Aluvial Coklat Kelabu dan Aluvial
Coklat, Asosiasi Glei Humus Rendah dan Aluvial Kelabu, Asosiasi Latosol Merah,
Latosol Coklat Kemerahan, dan Regosol Coklat.
c.
Karakteristik Hidrologi
Provinsi
Jakarta yang menjadi tempat bermuaranya 11 buah sungai dan 2 buah kanal. Di
perairan ini bermuara 13 sungai besar mulai dari muara sungai Cisadane di
bagian barat sampai muara sungai Citarum di bagian timur
d.
Karakteristik Oseanografi
Secara
umum morfologi topografi pantai utara Jakarta merupakan suatu daerah
dataran.Wilayah Pantai Utara (Pantura) Jakarta berada pada satuan geomorfologi
dataran aluvial.
Kondisi
Manusia dan Demografi DKI Jakarta
Kependudukan
Berdasarkan data BPS pada tahun 2011,
jumlah penduduk Jakarta adalah 10.187.595 jiwa. Namun pada siang hari, angka
tersebut dapat bertambah seiring datangnya para pekerja dari kota satelit seperti Bekasi, Tangerang, Bogor, dan Depok
Agama
Agama yang dianut oleh penduduk DKI
Jakarta beragam. Menurut data pemerintah DKI pada tahun 2005, komposisi
penganut agama di kota ini adalah Islam
(84,4%), Kristen
Protestan (6,2 %), Katolik
(5,7 %), Hindu (1,2 %), dan Buddha (3,5 %)[25] Jumlah umat Buddha terlihat lebih banyak karena umat Konghucu juga ikut tercakup di dalamnya. Angka ini tidak jauh berbeda dengan
keadaan pada tahun 1980, dimana umat Islam berjumlah 84,4%; diikuti oleh
Protestan (6,3%), Katolik (2,9%), Hindu dan Buddha (5,7%), serta Tidak beragama
(0,3%)[26] Menurut Cribb, pada tahun 1971 penganut agama Kong Hu Cu secara relatif adalah 1,7%. Pada tahun 1980 dan 2005, sensus penduduk
tidak mencatat agama yang dianut selain keenam agama
yang diakui pemerintah.
Berbagai tempat
peribadatan agama-agama dunia dapat dijumpai di Jakarta. Masjid dan
mushala, sebagai rumah ibadah umat Islam,
tersebar di seluruh penjuru kota, bahkan hampir di setiap lingkungan. Masjid
terbesar adalah masjid nasional, Masjid Istiqlal, yang terletak di Gambir. Sejumlah masjid penting lain adalah Masjid Agung Al-Azhar di Kebayoran Baru, Masjid At Tin di Taman Mini, dan Masjid Sunda Kelapa di Menteng.
Sedangkan gereja besar yang terdapat di
Jakarta antara lain, Gereja Katedral Jakarta, Gereja
Santa Theresia di Menteng, dan Gereja
Santo Yakobus di Kelapa Gading untuk umat Katolik. Masih dalam
lingkungan di dekatnya, terdapat bangunan Gereja Immanuel yang terletak di seberang Stasiun Gambir bagi umat Kristen
Protestan. Selain itu, ada Gereja Koinonia di Jatinegara, Gereja
Sion di Jakarta Kota, Gereja Kristen Toraja di Kelapa Gading,
Jakarta Utara.
Bagi umat Hindu yang bermukim di
Jakarta dan sekitarnya, terdapat Pura Adhitya Jaya yang berlokasi di Rawamangun,
Jakarta Timur, dan Pura Segara di Cilincing, Jakarta Utara. Rumah ibadah umat
Buddha antara lain Vihara Dhammacakka Jaya di Sunter, Vihara Theravada Buddha Sasana di Kelapa Gading, dan Vihara Silaparamitha di Cipinang
Jaya. Sedangkan bagi penganut Konghucu terdapat Kelenteng Jin Tek Yin.
Jakarta juga memiliki satu sinagoga yang
digunakan oleh pekerja asing Yahudi.
Etnis
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000,
tercatat bahwa penduduk Jakarta berjumlah 8,3 juta jiwa yang terdiri dari orang
Jawa sebanyak 35,16%, Betawi (27,65%), Sunda (15,27%), Tionghoa (5,53%), Batak (3,61%), Minangkabau (3,18%), Melayu (1,62%), Bugis (0,59%), Madura (0,57%), Banten (0,25%), dan Banjar (0,1%)[27]
Jumlah penduduk dan komposisi etnis di
Jakarta, selalu berubah dari tahun ke tahun. Berdasarkan sensus penduduk tahun
2000, tercatat bahwa setidaknya terdapat tujuh etnis besar yang mendiami
Jakarta. Suku
Jawa merupakan etnis terbesar dengan populasi 35,16% penduduk
kota. Etnis Betawi berjumlah 27,65% dari penduduk kota. Pembangunan Jakarta
yang cukup pesat sejak awal tahun 1970-an, telah banyak menggusur perkampungan
etnis Betawi ke pinggiran kota. Pada tahun 1961, orang Betawi masih membentuk
persentase terbesar di wilayah pinggiran seperti Cengkareng, Kebon Jeruk, Pasar Minggu, dan Pulo Gadung[28]
Orang Tionghoa telah
hadir di Jakarta sejak abad ke-17. Mereka biasa tinggal mengelompok di
daerah-daerah permukiman yang dikenal dengan istilah Pecinan.
Pecinan atau Kampung Cina dapat dijumpai di Glodok, Pinangsia, dan Jatinegara, selain perumahan-perumahan baru di wilayah Kelapa Gading, Pluit, dan Sunter. Orang Tionghoa
banyak yang berprofesi sebagai pengusaha atau pedagang.[29] Disamping etnis Tionghoa, etnis Minangkabau juga banyak yang berdagang, di antaranya perdagangan grosir dan eceran di
pasar-pasar tradisional kota Jakarta.
Masyarakat dari Indonesia Timur,
terutama etnis Bugis, Makassar, dan Ambon, terkonsentrasi di wilayah Tanjung Priok. Di wilayah ini pula, masih banyak
terdapat masyarakat keturunan Portugis, serta
orang-orang yang berasal dari Luzon, Filipina
Lingkungan
Jakarta merupakan salah satu kota
terbersih di Indonesia. Pada tahun 2010, lima
wilayah kota di Jakarta meraih penghargaan Bangun Praja kategori "Kota
Terbersih dan Terindah di Indonesia" (dulu disebut "Adipura").
Salah satu faktor penentu keberhasilan tersebut adalah keberadaan kawasan Menteng dan Kebayoran Baru yang asri dan bersih.
Selain Menteng dan Kebayoran Baru,
banyak wilayah lain di Jakarta yang sudah bersih dan teratur. Permukiman ini
biasanya dikembangkan oleh pengembang swasta, dan menjadi tempat tinggal
masyarakat kelas menengah. Pondok Indah, Kelapa Gading, Pulo Mas, dan Cempaka
Putih, adalah beberapa wilayah permukiman yang bersih dan teratur. Namun di
beberapa wilayah lain Jakarta, masih nampak permukiman kumuh yang belum
teratur. Permukiman kumuh ini berupa perkampungan dengan tingkat kepadatan
penduduk cukup tinggi, serta banyaknya rumah yang dibangun secara berhimpitan
di dalam gang-gang sempit. Beberapa wilayah di Jakarta yang memiliki kepadatan
penduduk cukup tinggi antara lain, Tanjung Priok, Johar Baru, Pademangan, Sawah Besar, dan Tambora.
Taman kota
Jakarta memiliki banyak taman kota yang
berfungsi sebagai daerah resapan air. Taman Monas atau Taman Medan Merdeka merupakan taman terluas yang terletak di jantung
Jakarta. Di tengah taman berdiri Monumen Nasional yang dibangun pada tahun 1963. Taman terbuka ini dibuat oleh Gubernur
Jenderal Herman Willem
Daendels (1870) dan selesai pada tahun 1910 dengan nama Koningsplein.
Di taman ini terdapat beberapa ekor kijang dan 33 pohon yang melambangkan 33
provinsi di Indonesia.[35]
Taman Suropati terletak di kecamatan Menteng, Jakarta Pusat. Taman berbentuk oval dengan luas 16,322 m2 ini, dikelilingi oleh
beberapa bangunan Belanda kuno. Di taman tersebut terdapat beberapa patung
modern karya artis-artis ASEAN, yang memberikan sebutan lain bagi taman tersebut, yaitu "Taman
persahabatan seniman ASEAN".[36]
Taman Lapangan Banteng merupakan taman
lain yang terletak di Gambir, Jakarta Pusat. Luasnya sekitar 4,5 ha. Di sini
terdapat Monumen Pembebasan Irian Barat. Pada tahun 1970-an, taman ini
digunakan sebagai terminal bus. Kemudian pada tahun 1993, taman ini kembali
diubah menjadi ruang publik, tempat rekreasi, dan juga kadang-kadang sebagai
tempat pertunjukan seni.
Ekonomi
Jakarta
merupakan kota dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat. Saat ini,
lebih dari 70% uang negara beredar di Jakarta.[17] Perekonomian Jakarta terutama ditunjang oleh sektor
perdagangan, jasa, properti, industri kreatif, dan keuangan. Beberapa sentra
perdagangan di Jakarta yang menjadi tempat perputaran uang cukup besar adalah
kawasan Tanah Abang dan Glodok. Kedua kawasan ini masing-masing menjadi pusat
perdagangan tekstil serta barang-barang elektronik, dengan sirkulasi ke seluruh
Indonesia. Bahkan untuk barang tekstil dari Tanah Abang, banyak pula yang
menjadi komoditi ekspor. Sedangkan untuk sektor keuangan, yang memberikan
kontribusi cukup besar terhadap perekonomian Jakarta adalah industri perbankan
dan pasar modal. Untuk industri pasar modal, pada bulan Mei 2013 Bursa Efek
Indonesia tercatat sebagai bursa yang memberikan keuntungan terbesar, setelah Bursa
Efek Tokyo.[18] Pada bulan yang sama, kapitalisasi pasar Bursa Efek
Indonesia telah mencapai USD 510,98 miliar atau nomor dua tertinggi di kawasan
ASEAN.[19]
Pada tahun
2012, pendapatan per kapita masyarakat Jakarta sebesar Rp 110,46 juta per tahun
(USD 12,270).Sedangkan untuk kalangan menengah atas dengan penghasilan Rp
240,62 juta per tahun (USD 26,735), mencapai 20% dari jumlah penduduk. Di sini
juga bermukim lebih dari separuh orang-orang kaya di Indonesia dengan
penghasilan minimal USD 100,000 per tahun. Kekayaan mereka terutama ditopang
oleh kenaikan harga saham serta properti yang cukup signifikan. Saat ini
Jakarta merupakan kota dengan tingkat pertumbuhan harga properti mewah yang
tertinggi di dunia, yakni mencapai 38,1%.[21] Selain hunian mewah, pertumbuhan properti Jakarta juga
ditopang oleh penjualan dan penyewaan ruang kantor. Pada periode 2009-2012,
pembangunan gedung-gedung pencakar langit (di atas 150 meter) di Jakarta
mencapai 87,5%. Hal ini telah menempatkan Jakarta sebagai salah satu kota
dengan pertumbuhan pencakar langit tercepat di dunia.[22] Pada tahun 2020, diperkirakan jumlah pencakar langit di
Jakarta akan mencapai 250 unit. Dan pada saat itu Jakarta telah memiliki gedung
tertinggi di Asia Tenggara dengan ketinggian mencapai 638 meter (The Signature
Tower).
Transportasi
Di DKI Jakarta, tersedia jaringan jalan
raya dan jalan
tol yang melayani seluruh kota, namun perkembangan jumlah
mobil dengan jumlah jalan sangatlah timpang (5-10% dengan 4-5%).
Menurut data dari Dinas Perhubungan
DKI, tercatat 46 kawasan dengan 100 titik simpang rawan macet di Jakarta.
Definisi rawan macet adalah arus tidak stabil, kecepatan rendah serta antrean
panjang. Selain oleh warga Jakarta, kemacetan juga diperparah oleh para pelaju
dari kota-kota di sekitar Jakarta seperti Depok, Bekasi, Tangerang, dan Bogor yang
bekerja di Jakarta. Untuk di dalam kota, kemacetan dapat dilihat di Jalan Sudirman, Jalan Thamrin, Jalan Rasuna Said, Jalan Satrio, dan Jalan Gatot Subroto.
Kemacetan sering terjadi pada pagi dan sore hari, yakni disaat jam pergi dan
pulang kantor.
Untuk
melayani mobilitas penduduk Jakarta, pemerintah menyediakan sarana bus PPD. Selain
itu terdapat pula bus kota yang dikelola oleh pihak swasta, seperti Mayasari
Bhakti, Metro Mini, Kopaja, dan Bianglala. Bus-bus ini melayani rute yang
menghubungkan terminal-terminal dalam kota, antara lain Pulogadung, Kampung
Rambutan, Blok M, Kalideres, Grogol, Tanjung Priok, Lebak Bulus, Rawamangun,
dan Kampung Melayu.
Untuk angkutan lingkungan, terdapat
angkutan kota seperti Mikrolet dan KWK, dengan rute dari terminal ke lingkungan
sekitar terminal. Selain itu ada pula ojek, bajaj, dan bemo untuk
angkutan jarak pendek. Tidak seperti wilayah lainnya di Jakarta yang
menggunakan sepeda motor, di kawasan Tanjung Priok dan Jakarta Kota, pengendara
ojek menggunakan sepeda ontel. Angkutan becak masih
banyak dijumpai di wilayah pinggiran Jakarta seperti di Bekasi, Tangerang, dan
Depok.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah
memulai pembangunan kereta bawah tanah (subway) pada 2 Mei 2013 yang
dananya diperoleh dari pinjaman lunak negara Jepang. Subway jalur Lebak Bulus hingga Bundaran Hotel Indonesia sepanjang 15 km ditargetkan
beroperasi pada 2017. Jalur kereta monorel juga sedang dipersiapkan melayani
jalur Semanggi - Roxy yang dibiayai swasta dan jalur Kuningan - Cawang - Bekasi
- Bandara Soekarno Hatta yang dibiayai pemerintah pusat. Untuk lintasan kereta
api, pemerintah pusat sedang menyiapkan double track pada jalur lintasan
kereta api Manggarai-Cikarang. Selain itu juga, saat ini sedang dibangun jalur kereta api dari Manggarai
menuju Bandara Soekarno-Hatta di Cengkareng.
Transjakarta
Sejak tahun 2004, Pemerintah Daerah DKI
Jakarta telah menghadirkan layanan transportasi umum yang dikenal dengan TransJakarta. Layanan ini menggunakan bus AC dan halte yang berada di jalur khusus.
Saat ini ada dua belas koridor Transjakarta yang telah beroperasi.
Kereta
Listrik
Selain bus kota, angkutan kota, becak
dan bus Transjakarta, sarana transportasi andalan masyarakat Jakarta adalah kereta
rel listrik atau yang biasa dikenal dengan KRL Jabotabek. Kereta listrik ini beroperasi dari pagi hari hingga malam hari, melayani
masyrakat penglaju yang bertempat tinggal di seputaran Jabodetabek. Ada
beberapa jalur kereta
rel listrik.
Angkutan
Sungai
Angkutan Sungai, atau lebih populer dengan sebutan Waterways, adalah sebuah
sistem transportasi alterntif melalui sungai di Jakarta, Indonesia. Sistem
transportasi ini diresmikan penggunaannya oleh Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso
pada tanggal 6 Juni 2007. Sistem ini merupakan bagian dari penataan sistem
transportasi di Jakarta yang disebut Pola Transportasi Makro (PTM). Dalam PTM
disebutkan bahwa arah penataan sistem transportasi merupakan integrasi beberapa
model transportasi yang meliputi Bus Rapid Transit (BRT), Light Rapid Transit
(LRT), Mass Rapid Transit (MRT), dan Angkutan Sungai (Waterways).[1]
Waterways
mulai dioperasikan dan diintegrasikan dalam transportasi makro Jakarta setelah
peresmian rute Halimun-Karet sepanjang 1,7 kilometer oleh Gubernur Sutiyoso
pada 6 Juni 2007. Rute ini merupakan bagian dari perencanaan rute
Manggarai-Karet sepanjang 3,6 kilometer. Waterways merupakan kelanjutan dari
pengoperasian sistem transportasi TransJakarta. Untuk mengawali Waterways,
Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta mengoperasikan dua unit kapal yang
masing-masing berkapasitas 28 orang yang disebut KM Kerapu III dan KM Kerapu IV
yang berkecepatan maksimal 8 knot
Infrastruktur
Sebagai salah satu kota metropolitan
dunia, Jakarta telah memiliki infrastruktur penunjang berupa jalan, listrik,
telekomunikasi, air bersih, gas, serat optik, bandara, dan pelabuhan. Saat ini
rasio jalan di Jakarta mencapai 6,2% dari luas wilayahnya.[23] Selain jalan protokol, jalan ekonomi, dan jalan lingkungan, Jakarta juga
didukung oleh jaringan Jalan Tol Lingkar Dalam, Jalan Tol Lingkar Luar, Jalan
Tol Jagorawi, dan Jalan Tol Ulujami-Serpong.
Pemerintah juga berencana akan membangun Tol Lingkar Luar tahap kedua yang
mengelilingi kota Jakarta dari Bandara Soekarno
Hatta-Tangerang-Serpong-Cinere-Cimanggis-Cibitung-Tanjung Priok.
Untuk ke kota-kota lain di Pulau Jawa, Jakarta terhubung dengan Jalan Tol Jakarta-Cikampek yang
bersambung dengan Jalan
Tol Cipularang. Selain itu juga tersedia layanan kereta api yang
berangkat dari enam stasiun pemberangkatan di Jakarta. Untuk
ke Pulau
Sumatera, tersedia ruas Jalan Tol Jakarta-Merak yang
kemudian dilanjutkan dengan layanan penyeberangan dari Pelabuhan Merak ke Bakauheni.
Untuk ke luar pulau dan luar negeri, Jakarta
memiliki satu pelabuhan laut di Tanjung Priok dan dua bandar udara yaitu:
- Bandara Internasional Soekarno Hatta, Cengkareng Banten yang berfungsi sebagai pintu masuk utama ke Indonesia. Dari dan ke Bandara Soekarno Hatta, tersedia bus Damri yang mengantarkan penumpang dari dan ke Gambir, Rawamangun, Blok M, Pasar Minggu, Kampung Rambutan, Bogor, dan Bekasi, dll
- Bandara Halim Perdanakusuma yang banyak berfungsi untuk melayani penerbangan kenegaraan serta penerbangan jarak pendek.
Untuk pengadaan air bersih, saat ini
Jakarta dilayani oleh dua perusahaan asing, yakni Thames Jaya (Inggris) untuk
wilayah sebelah timur Sungai Ciliwung, dan PAM Lyonnaise Jaya (Prancis) untuk
wilayah sebelah barat Sungai Ciliwung. Pada tahun 2010, kedua perusahaan ini
hanya menyuplai air bersih kepada 44% penduduk Jakarta.[24]
Pendidikan
DKI Jakarta menyediakan sarana
pendidikan dari taman
kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Kualitas dari pendidikan pun juga sangat bervariasi dari gedung mewah
ber-AC sampai yang sederhana.
Belakangan ini mulai muncul berbagai
sekolah dengan kurikulum yang diserap dari negara lain seperti Singapura dan Australia.
Sekolah lain dengan kurikulum Indonesia pun juga muncul dengan metode
pengajaran yang berbeda, seperti Sekolah Dasar Islam Terpadu. Selain sekolah
yang didirikan oleh pemerintah, banyak pula sekolah yang dikembangkan oleh
pihak swasta, seperti Al-Azhar, Muhammadiyah, BPK Penabur, Kolese Kanisius, Don Bosco, Tarakanita, Pangudi Luhur, Santa
Ursula, Regina Pacis dan Marsudirini.
- Universitas Indonesia
- Universitas Negeri Jakarta
- Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
- Universitas Trisakti
- Universitas Atma Jaya
- Universitas Tarumanegara
- Dll
Pariwisata
Jakarta merupakan salah satu destinasi
wisata yang cukup baik di Indonesia. Untuk meningkatkan jumlah wisatawan yang
berkunjung ke Jakarta, pemerintah mengadakan program "Enjoy Jakarta".
Beberapa tempat pariwisata yang terkenal dan biasa dikunjungi oleh para wisatawan
lokal dan mancanegara diantaranya adalah Taman Mini Indonesia Indah, Pulau Seribu, Kebun Binatang Ragunan, dan Taman Impian Jaya Ancol
(termasuk taman bermain Dunia Fantasi dan Seaworld
Indonesia). Disamping itu Jakarta juga memiliki banyak tempat
wisata sejarah, yakni berupa museum dan tugu. Diantaranya adalah Museum Gajah, Museum
Fatahillah, dan Monumen Nasional.[42] Disamping tempat wisatanya yang memadai, saat ini di Jakarta telah
tersedia sekitar 219 hotel berbintang, 3.173 restoran, dan 40 balai pertemuan.[43] Hampir semua jaringan hotel kelas dunia telah membuka gerainya di Jakarta,
seperti JW
Marriott Jakarta, The Ritz-Carlton Jakarta,
Shangri-La Hotel, dan Grand Hyatt Jakarta.
Kebudayaan
Jakarta merupakan budaya mestizo, atau
sebuah campuran budaya dari beragam etnis. Sejak zaman Belanda, Jakarta
merupakan ibu kota Indonesia yang menarik pendatang dari dalam dan luar
Nusantara. Suku-suku yang mendiami Jakarta antara lain, Jawa, Sunda, Minang, Batak, dan Bugis. Selain dari penduduk Nusantara, budaya Jakarta juga banyak menyerap dari
budaya luar, seperti budaya Arab, Tiongkok, India, dan Portugis.
Jakarta merupakan daerah tujuan
urbanisasi berbagai ras di dunia dan berbagai suku bangsa di Indonesia, untuk
itu diperlukan bahasa komunikasi yang biasa digunakan dalam perdagangan yaitu Bahasa Melayu. Penduduk asli yang berbahasa Sunda pun akhirnya menggunakan bahasa Melayu
tersebut.
Walau demikian, masih banyak nama
daerah dan nama sungai yang masih tetap dipertahankan dalam bahasa Sunda seperti kata Ancol, Pancoran, Cilandak, Ciliwung, Cideng, dan lain-lain
yang masih sesuai dengan penamaan yang digambarkan dalam naskah kuno Bujangga Manik[45] yang saat ini disimpan di perpustakaan Bodleian, Oxford, Inggris.
Meskipun bahasa formal yang digunakan
di Jakarta adalah Bahasa
Indonesia, bahasa informal atau bahasa percakapan sehari-hari
adalah Bahasa
Melayu dialek Betawi. Untuk penduduk asli di Kampung
Jatinegara Kaum, mereka masih kukuh menggunakan bahasa leluhur mereka yaitu bahasa Sunda.
Bahasa daerah juga digunakan oleh para penduduk yang berasal dari daerah lain, seperti Jawa, Sunda, Minang, Batak, Madura, Bugis, Inggris dan Tionghoa. Hal demikian terjadi karena Jakarta adalah tempat berbagai suku bangsa
bertemu. Untuk berkomunikasi antar berbagai suku bangsa, digunakan Bahasa
Indonesia.
Selain itu, muncul juga bahasa
gaul yang tumbuh di kalangan anak muda dengan kata-kata yang
kadang-kadang dicampur dengan bahasa asing. Bahasa Inggris merupakan bahasa asing yang paling banyak digunakan, terutama untuk
kepentingan diplomatik, pendidikan, dan bisnis. Bahasa Mandarin juga menjadi bahasa asing yang banyak digunakan, terutama di kalangan
pebisnis Tionghoa.
Analisis
Permasalahan Provinsi DKI Jakara
Sosial
Sebagaimana umumnya kota megapolitan,
kota yang berpenduduk di atas 10 juta, Jakarta memiliki masalah stress, kriminalitas, dan kemiskinan. Penyimpangan peruntukan lahan dan privatisasi lahan telah menghabiskan
persediaan taman kota sehingga menambah tingkat stress warga Jakarta. Kemacetan
lalu lintas, menurunnya interaksi sosial karena gaya hidup individualistik juga menjadi penyebab stress. Tata ruang kota yang tidak partisipatif dan tidak humanis menyisakan ruang-ruang sisa
yang mengundang tindak laku kriminal. Penggusuran kampung miskin dan penggusuran lahan usaha informal oleh pemerintah DKI
adalah penyebab aktif kemiskinan di DKI.
Banjir
Pembangunan
tanpa kendali di wilayah hilir, penyimpangan peruntukan lahan kota, dan
penurunan tanah akibat eksploitasi air oleh industri, menyebabkan turunnya
kapasitas penyaluran air sistem sungai, yang menyebabkan terjadinya banjir
besar di Jakarta.
Tata ruang kota yang sering
berubah-ubah, menyebabkan polusi udara dan banjir sulit dikendalikan. Walaupun
pemerintah telah menetapkan wilayah selatan Jakarta sebagai daerah resapan air,
namun ketentuan tersebut sering dilanggar dengan terus dibangunnya perumahan
serta pusat bisnis baru. Beberapa wilayah yang diperuntukkan untuk permukiman,
banyak yang beralih fungsi menjadi tempat komersial.
Untuk memperbaiki keadaan, Jakarta
membangun dua banjir kanal, yaitu Banjir Kanal Timur dan Banjir Kanal Barat.
Banjir Kanal Timur mengalihkan air dari kali Cipinang ke arah timur, melalui
daerah Pondok Bambu, Pondok Kopi, Cakung, sampai Cilincing. Sedangkan Banjir
Kanal Barat yang telah dibangun sejak zaman kolonial Belanda, mengaliri air melalui Karet, Tanahabang, sampai Angke. Selain itu Jakarta
juga memiliki dua drainase, yaitu Cakung Drain dan Cengkareng Drain
Banjir merupakan salah satu persoalan yang sering terjadi di
kota-kota besar di Indonesia khususnya Jakarta.Bulan Januari ini sebagian besar
wilayah DKI Jakarta kembali dilanda banjir yang menyebabkan lumpuhnya aktivitas
perekonomian dan lainnya bahkan sampai istana presiden pun ikut tergenang
banjir.Hampir setiap tahun, ibukota negara ini pasti dilanda banjir ketika
musim hujan tiba.Masyarakat seperti sudah terbiasa dan biasa-biasa saja melihat
gejala alam seperti ini. Akan tetapi jika dibiarkan terus-menerus kota Jakarta
akan menjadi danau dadakan ketika musim hujan. Secara historis sejak dari zaman
kolonial Belanda memang Jakarta selalu digenangi banjir ketika musim
hujan tiba. Menurut pendapat saya ada 2 faktor penyebab mengapa Jakarta selalu
dihadiahi banjir ketika musim hujan tiba yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal merupakan faktor alami yang merupakan keadaan geografis
wilayah tersebut sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari
luar baik alami maupun perilaku manusia
FAKTOR INTERNAL
1.
Struktur geologi DKI Jakarta merupakan dataran rendah
Dilihat
dari topografinya wilayah DKI Jakarta merupakan daerah datar dan landai.Dataran
Jakarta terdiri dari endapan vulkanik, alluvial dan delta. Kondisi
geologi ini menyebabkan Jakarta menjadi daerah pelimpahan air dari daerah hulu
(Bogor). Untuk lebih jelasnya struktur geologi Jakarta dapat dilihat pada peta
dibawah ini
2.
Sedimentasi sungai yang melintasi kota Jakarta
Saat
ini terdapat sekitar 13 sungai yang mengalir ditengah ibukota Jakarta. Sungai
ini selain sebagai cadangan air tanah kota Jakarta juga sebagai saluran air
ketika terjadi air kiriman dari wilaya hulu. Kondisi sungai di Jakarta saat ini
sangat memprihatinkan mulai dari sedimentasi, tumpukan sampah dan banyaknya
bangunan liar di pinggir sungai. Sungai selain membawa air juga membawa
material lain ]dari hulu seperti kerikil, tanah dan lumpur. Hasil endapan
tersebut mengakibatkan terjadinya pendangkalan dasar sungai yang berakibat
berkurangnya daya tampung aliran air.
FAKTOR EKSTERNAL
1.
Perilaku masyarakat yang sering membuang sampah ke sungai
Kebiasaan
ini seperti sudah menjadi budaya di masyarakat Indonesia khususnya
perkotaan.Sungai sudah dipatenkan sebagai tempat pembuangan sampah.Limbah
domestik rumah tangga maupun industri semuanya berakhir di sungai. Hal ini
tentunya yang menjadikan sungai-sungai di kota besar seperti Jakarta menjadi
lautan sampah dan menghambat jalannya air. Oleh karena itu banjir di Jakarta
salah satunya diakibatkan oleh perilaku masyarkatnya sendiri yang kurang peduli
terhadap kebersihan sungainya. Sekeras apapun pemerintah daerah membangun
sungai atau mengeruk sungai sampai sedalam mungkin akan percuma jika perilaku
masyarakat yang satu ini tidak berubah. Saya ambil contoh gambar perbandingan
kondisi sungai di Jakarta dengan sungai Pasig di kota Manila FIlipina.
Dari
gambar diatas dapat dilihat perbedaan antara sungai di Jakarta dengan sungai
yang ada di kota Manila Filipina. Sungai Pasig yang mengalir di kota Manila
dulunya sama seperti sungai Ciliwung yang banyak sampah dan pemukiman kumuh.
Namun dengan komitmen yang kuat antara pemerintah dan masyarakat, sungai ini dapat
direhabilitasi kembali sehingga kembali bersih dan asri.
2.
Berkurangnya resapan air tanah
Tanah
dan tumbuhan merupakan bagian permukaan bumi yang berfungsi menyerap dan
menyimpan air. Saat ini permukaan kota Jakarta sudah dipenuhi oleh bangunan
beton yang tidak diimbangi dengan pembangunan saluran air bawah tanah yang
memadai. Ruang Terbuka HIjau juga hanya sedikit sekali.Akhirnya ketika curah
hujan tinggi air tidak memiliki tempat lagi untuk mengalir selain di permukaan.
Dengan karakteristik kota Jakarta yang merupakan dataran rendah harusnya
dibawah tanah dibuat gorong-gorong yang besar untuk mengalirkan air ke sungai.
Saat ini gorong-gorong di Jakarta sangat sempit sehingga jangan heran jika
sistem drainase Jakarta sangat buruk. Gambar di bawah ini sebagai
perbandingan lebar gorong-gorong di bawah permukaan Jakarta dengan di Tokyo.
Memang
bukan pekerjaan mudah untuk menyelesaikan persoalan banjir di
Jakarta.Dibutuhkan komitmen yang kuat dan sinergi antara pemerintah dan
masyarakat agar banjir ini dapat diminimalisir di tahun berikutnya.Banjir di
ibukota merupakan komplikasi dari 2 faktor di atas tadi dan memerlukan
penanganan yang ekstra serius dan ekstra sabar. Pemerintah harus segera
bertindak membuat program-program yang berkaitan dengan penataan ulang tata
ruang kota Jakarta selain itu masyarakat juga harus diberikan pemahaman tentang
kondisi geografis wilayahnya. Semua lini harus difungsikan mulai dari tingkat
keluarga, RT, RW, pelaku industri agar memiliki jiwa kepedulian terhadap
lingkungan. Sungai jangan dijadikan sebagai tempat membuang sampah karena
nantinya akan menghambat laju air. Jika masyarakat sudah mengenal kondisi
geografis wilayahnya maka selanjutnya pola pikir masyarakat pun harus dirubah
seperti jika membangun rumah yang berada dekat dengan sungai harus bergaya
panggung.
Air
merupakan berkah dari sang pencipta yang harus kita jaga, jangan sampai berkah
tersebut berubah menjadi musibah akibat dari ketidaktahuan kita tentang
karakteristik air.
Pembangunan
tanpa kendali di wilayah hilir, penyimpangan peruntukan lahan kota, dan
penurunan tanah akibat eksploitasi air oleh industri, menyebabkan turunnya
kapasitas penyaluran air sistem sungai, yang menyebabkan terjadinya banjir
besar di Jakarta.
Tata ruang kota yang sering
berubah-ubah, menyebabkan polusi udara dan banjir sulit dikendalikan. Walaupun
pemerintah telah menetapkan wilayah selatan Jakarta sebagai daerah resapan air,
namun ketentuan tersebut sering dilanggar dengan terus dibangunnya perumahan
serta pusat bisnis baru. Beberapa wilayah yang diperuntukkan untuk permukiman,
banyak yang beralih fungsi menjadi tempat komersial.
Perencanaan Pusat Pertumbuhan dan Penanggulangan Permasalahan
Jakarta
Kota Megapolitan
Jakarta sebagai Kota
Metropolitan-Megapolitan
"Jakarta adalah kota metropolitan yang dipenuhi pendatang dari
berbagai pulau di Indonesia. Namun, tata kota dan pembangunan yang buruk
menyebabkan kota ini kerap digenangi banjir besar", dikutip dari majalah TIME.
Konsep megapolitan merupakan geliat lanjutan metropolitan yang tumbuh
sangat cepat dan berdampak pada perubahan kawasan belakang di sekelilingnya
menjadi metropolitan-metropolitan baru.
Maka konsep megapolitan berlandaskan kesatuan
wilayah yang lebih luas, mencakup dua atau lebih kawasan metropolitan di
sekelilingnya. Kota-kota satelit metropolitan sangat berkaitan dengan kota
megapolitan dalam begitu banyak aspek. Misalnya, transportasi, jaringan air
bersih, energi dan listrik, telekom, lingkungan, kawasan hulu dan hilir aliran
sungai, kegiatan ekonomi dan bisnis, bahkan dari aspek keamanan.
Karakteristik megapolitan; jumlah penduduk kota inti (Jakarta) lebih dari 1
juta, sedangkan kota-kota di sekelilingnya berkisar antara 50.000 sampai 1 juta
jiwa, sehingga secara keseluruhan mencapai lebih dari 10 juta jiwa. Semua
keterkaitan ini dapat dilihat, baik dari kondisi nyata yang ada pada saat ini
maupun dari sisi proyeksi pertumbuhan wilayah-wilayah tersebut di masa datang.
Dengan kriteria ini, maka DKI Jakarta sejak tahun
1970-an telah berkembang menjadi kota metropolitan, memacu pertumbuhan wilayah
hinterland (Bodetabek) menjadi kota-kota metropolitan dan mikropolitan baru.
Gabungan jumlah penduduk Jakarta dengan daerah-daerah sekitarnya: Bogor, Depok,
Tangerang, Bekasi dan Cianjur (BODETABEKJUR) telah melebihi 10 juta jiwa,
sehingga kawasan ini sudah dapat dikategorikan sebagai kawasan kota
megapolitan.
Dalam kaitan dengan konsep megapolitan, maka
hubungan antara Jakarta dan wilayah sekitarnya, semestinya berlaku seperti
kota-kota megapolitan lainnya di negara-negara maju. Misalnya, di Amerika
Serikat, ada 10 kota megapolitan yang menerapkan konsep ini.
Dasar hukum konsep megapolitan tersebut mengacu
pada Undang-Undang Nomor 34/1999 yang sudah direvisi dan disahkan oleh DPR.
Juga UU Nomor 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Konsep megapolitan juga sejalan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No.
47/1997 tentang Tata Ruang Wilayah Nasional yang menggolongkan kawasan Jakarta,
Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan kawasan Bogor-Puncak-Cianjur sebagai kawasan
yang memerlukan penanganan khusus.
Berdasarkan amanat Undang-Undang dan Peraturan
Pemerintah tersebut, makaperlu segera mewujudkan pembentukan kawasan
megapolitan yang mencakup DKI Jakarta dan kawasan BODETABEKJUR.
Penanggulangan Masalah Banjir
Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi berbagai masalah yang terjadi
selama banjir, antara lain dengan memperbaiki tanggul, pendirian posko bantuan
di titik-titik yang terkena banjir, relokasi pengungsi ke rumah susun, hingga
pengumuman status darurat banjir.
a. Relokasi pengungsi Waduk Pluit
Pada tanggal 18 Januari,
menyusul jebolnya tanggul latuharhari, daerah Pluit ikut terendam. Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta kemudian menawarkan relokasi kepada penghuni rumah liar di
sekitar Waduk Pluit untuk pindah ke rumah susun yang diberikan fasilitas sangat
lengkap, dengan alasan mengurangi dampak banjir di masa depan dan memungkinkan
peralatan berat bekerja untuk mengeruk waduk.[
b. Modifikasi cuaca
Setelah adanya permintaan dari
DKI Jakarta, mulai tanggal 26 Januari hingga 25 Maret 2013, BPPT dan BNPB
melakukan upaya modifikasi cuaca, dengan cara mencegah pembentukan awan dan
menurunkan hujan di luar wilayah rawan banjir. Untuk kerjasama ini, BNPB
mengeluarkan biaya hingga Rp 13 miliar.Proyek serupa pernah sukses dijalankan
di SEA Games Palembang dan PON 18 Riau.
Pengendalian cuaca dilakukan
dengan mengerahkan 1 Hercules C-130 dan 3 peswat CASA 212-200 untuk mempercepat
awan menjadi hujan. Sedangkan untuk menghambat pertumbuhan awan dipasang 25
titik GBG (Ground Based Generator) yang membakar flare berisi bahan higroskopis
(NaCl). Proyek ini juga didukung 3 radar hujan dan 6 stasiun pos meteorologi.
c. Keadaan darurat banjir
Pada tanggal 17 Januari 2013,
Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, mengumumkan status darurat banjir untuk
Jakarta setelah jatuhnya 5 korban jiwa dan 15.447 warga terpaksa mengungsi.
Pada saat itu, BNPB mencatat banjir telah menggenangi 500 RT, 203 RW di 44
kelurahan yang tersebar di 25 kecamatan.[27]
Untuk memperbaiki keadaan, Jakarta membangun dua banjir kanal, yaitu Banjir
Kanal Timur dan Banjir Kanal Barat. Banjir Kanal Timur mengalihkan air dari
kali Cipinang ke arah timur, melalui daerah Pondok Bambu, Pondok Kopi, Cakung,
sampai Cilincing. Sedangkan Banjir Kanal Barat yang telah dibangun sejak zaman kolonial Belanda, mengaliri air melalui Karet, Tanahabang, sampai Angke. Selain itu Jakarta
juga memiliki dua drainase, yaitu Cakung Drain dan Cengkareng Drain.
Bentang alam provinsi DKI Jakarta
BalasHapus